Rabu, 30 Januari 2013

BAGAIMANA MENYATUKAN UMMAT ISLAM


Bismillah,
Bersatunya kaum muslimin didalam satu kepemimpinan adalah perkara mulia yang selalu dicita-citakan dan diidam-idamkan oleh setiap muslim yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya. Pasalnya persatuan kaum muslimin adalah Rahmat Alloh kepada mereka sedangkan perpecahan adalah adzab Alloh kepada mereka, sebagaimana disabdakan oleh Rosululloh saw :

 اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ اْلفُرْقَةُ عَذَابٌ
"Jama’ah itu rahmat dan firqoh itu adzab.”

(HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/278, Silsilah Shohihah 2/272)

Alloh swt melarang perpecahan dan memerintahkan Ummat Islam agar bersatu didalam Din (Agama)-Nya QS. Ali Imran (3) :103. Perintah bersatu (berjamaah) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw telah dipraktekan dalam wujud kepemimpinan yang satu yakni kepemimpinan Nubuwwah (Ummat Islam dipimpin langsung oleh Nabi saw) dan dilanjutkan / digantikan oleh kepemimpinan Khilafah (Ummat Islam dipimpin oleh seorang Khalifah).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap wafat seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan sesudahku ini tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguhnya Allah akan menanyakan apa yang dipimpinya (rakyatnya).” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi: IV/206  no. 3196; Muslim, Shahîh Muslim, no. 3429; Ahmad, Musnad Ahmad, no. 7619.)

Sejak runtuhnya kekhilafahan Islam di Turki (khilafah Ustmaniah) 86 tahun yang silam (1924 M) ummat Islam berada dalam keadaan dimana mereka tidak berada dalam satu kepemimpinan. Masing-masing mereka lantas hidup dalam kehinaan, sementara para musuh menggerogoti dari berbagai penjuru Sampai akhirnya orang-orang Yahudi berhasil menanamkan pola fikir bernegara, nasionalisme dan kebangsaan untuk mengkotak-kotakkan ummat Islam agar mudah dikuasai.
Pandangan Khilafah Islamiya sebagai sebuah Negara (Ad-daulah Al Islamiyah) pun timbul akibat sekian lama ummat Islam  terbiasa hidup tanpa  seorang Kholifah / Amirul Mukminin.

Jika kita telusuri secara literal tidak ada satupun ayat Al Qur’an atau hadist yang menyebut kata  Ad-daulah.(akar kata; dala – yadulu – daulah = bergilir, beredar, dan berputar). Kata ini dapat diartikan kelompok sosial yang menetap pada suatu wilayah tertentu dan terorganisir oleh suatu pemerintahan yang mengatur kepentingan dan kemashlahatan.

Menurut sejarah, istilah Daulah pertama kali digunakan dalam politik Islam ketika kekhalifahan dinasti ‘Abbasiyyah meraih tampuk kekuasaan pada pertengahan abad ke delapan. Pada masa tersebut, kata daulat diartikan dengan kemenangan, giliran untuk meneruskan kekuasaan dan dinasti. Atau jika sebelum masa ‘Abbasiyyah pernah ada daulah Umayyah atau “giliran keluarga Umayyah” maka selanjutnya adalah “giliran keluarga Bani Abbas” (daulah Abbasiyah).

Adanya sudut pandang inilah yang menyebabkan mengapa Ummat Islam sulit menyepakati Bagaimana memulai pelaksanaan Khilafah Islamiyah yang dikhabarkan akan muncul diakhir jaman sebagai Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah. (lihat latar belakang dimaklumatkanya Khilafatul Muslimin)

Sahabat generasi awal islam (assabiqunal awwalun) telah bersepakat dan memberi contoh bagaimana  memulai sebuah kekhalifahan Islam yakni dengan mengankat terlebih dahulu seorang khalifah (pemimpin) untuk mereka taati dan menunda semua urusan yang lain termasuk perkara yang sangat urgent seperti menguburkan Jenazah/Mayyit. Inilah yang Rosululloh saw perintahkan yakni meneladani sunnah nabi (minhaj nubuwwah) dan Khilafah Rasydah Al Mahdiyyin.
أُوصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ فَتَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Aku wasiyatkan kepada kalian hendaklah selalu bertakwa kepada Allah, mendengar dan mentaati (pemimpin) sekalipun ia seorang budak habsyi, karena sungguh siapapun dari kalian yang berumur panjang sesudahku akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu kalian wajib berpegang kepada jalan/jejak langkahku dan jalan/jejak langkah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham. Dan jauhilah perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah dan Tirmidzi )

Khilafah adalah Al Jamaah selainya merupakan Firqoh

Dari Khudzaifah bin Yaman Radliallahu ‘anhu berkata:
 كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ .

“Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama'ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).

Jika kita periksa hadist Imam Bukhari diatas dimasa terjadinya Dakkhan / ketidakjelasan / samar-samar  Rosululloh saw telah memerintahkan sahabat untuk senantiasa bersatu dalam Jamaah Muslimin dan Imamnya. Yang substansinya adalah Khilafah Islamiyah dan Khalifahnya / Amirul Mukmininnya.  Hal ini telah  dipraktekan oleh  sahabat rodiallohuajmain  sepeninggal  Nabi saw  yakni  dengan bersatu  didalam KHILAFAH RASYDAH  dengan khalifahnya yg  kita kenal yaitu Abu bakar Ash-Shidiq, dilanjutkan Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali Bin abi Thalib (khilafah ala minhaj nubuwwah)

Sudut pandang ini dikuatkan  oleh Imam Thabrani dalam Syarah Hadist Bukhari diatas, Beliau berkata, “ Fa in ro aita khaliifatan fal zamhu, wa in dhuridho  dzohruha fa’illam yakum kholifatan fal hasbu”  yang artinya; apabila kamu melihat kekhalifahan sudah dimaklumatkan maka segera bergabung, walau kamu harus dipukul . dan apabila kamu tidak melihatnya maka tinggalkan semua golongan-golongan yang ada (Lihat Syarah Bukhori/Fathul Baari Juz ke 13 hal.36)

Dalam syarah yang sama Imam Baydhowi berkata " al ma’na idzaa lam yakun fil ardhi Kholifah fa’alaika bil’uzlah washobri ‘ala tahammul syidati zaman”  adapun makna  jika dimuka bumi ini tidak ada kholifah maka wajib bagimu menyingkir dan bersabar untuk menanggung kerasnya/kondisi jaman itu (Fathul Baari 13:36)
Dengan demikian jelaslah bahwa sesungguhnya Khilafah Islamiyah merupakan sebuah al Jamaah dan selainya adalah Firqoh.    Al Jamaah ini diberi nama Khilafatul Muslimin sebab  kata Khilafah telah disandarkan pada kata Al Muslimin (dalam hadist diatas) sehingga dibaca "Khilafatul Muslimin" sebagai pelopor  Khilafah ala minhajin nubuwwah  di akhir zaman.

Dimulai dari adanya seseorang kholifah yang kemudian dimaklumatkan Khilafah Islamiyah kepada seluruh manusia sebagai sebuah rahmat Alloh sebagaimana cara  Nabi saw memaklumatkan kepemimpinanya semenjak  belum diberi  kekuasaan apa pun oleh Alloh swt (periksa QS. Al Anbiya /21:107) hingga tegaknya Din/Agama yang telah diridhoi-Nya  yakni Din Islam (periksa QS. An-Nur/24:55).

Allohu’alam bishowab.

Walhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar