Selasa, 19 September 2017

Jalan Allah itu satu maka tetapilah jalan-Nya


Bismillah,
Beruntunglah kita karena Allah SWT telah menamai kita Kaum Muslimin sejak dahulu (QS.22:78) mengapa demikian? Karena Islam adalah agama Tauhid, Satu-satunya jalan menuju keridhoan Allah SWT (QS.3:19,83,85). Misi seluruh Nabi dan Rosul (QS.21:25,92).  Bagaimana dengan Agama samawi lainya? ketahuilah agama Yahudi dan Nasrani tidak lagi bertauhid karena mereka telah berpecah belah menjadi beberapa golongan, oleh karena itu siapapun ummat yang berpecah belah dan bergolong-golongan telah keluar dari Tauhid  dan terjebak dalam kemusyrikan.
Firman Allah Ta’ala :
Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah (Musyrik). yaitu orang-orang yang memecah-belah agama rnereka, dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan rnereka.
(QS Ar Rum/30: 31-32).

Bagaimana mungkin Allah akan Meridhoi perpecahan Ummat Islam, setelah Dia memelihara mereka dengan tali (agama)Nya? Firman Allah Ta’ala :

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadiah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara. (QS Ali Imran/3: 103).

Kemudian, Allah perintahkan Nabi-Nya untuk  melepaskan tanggung jawabnya dan (Allah SWT) mengancam mereka atas perpecahan tersebut. Firman Allah Ta’ala :

Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan rnereka (terpecah) menjadi beberapa golongan. tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya
urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (QS Al An'am/6:159).

Muawiyah bin Abu Sufyan berkata,Ketahuilah, bahwasanya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah kami, lalu bersabda,Ketahuilah, bahwasanya Ahlul Kitab sebelum kalian
terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan bahwasanya. umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua di neraka, dan hanya satu yang di surga, yaitu Al Jama'ah.
(Diriwayatkan oleh Ahmad 4/102; Abu Dawud no. 4597; Darimi 2/241; Thabrani 19/367, 88-885; Hakim 1/128; dan yang lainnya. Hadits ini shahih)


MENGENAL JALAN YANG SATU
Nabi saw berpesan :
Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu. Jika kalian berpegang teguh kepadanya. kalian tidak akan sesat selama-lamanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnahku
(Diriwayatkan Imam Malik dalam Al Muwaththa' 2/899)

Begitu terang dan jelasnya petunjuk baginda Nabi saw diatas, adanya jaminan tidak akan tersesat selamanya menunjukan penekanan kesungguhan agar kaum muslimin senantiasa berinteraksi dengan Kitabullah. dan jika ditinjau dari ekstensinya, Sunnah Rasulullah itu sama dengan kitab Allah yakni sebagai wahyu, dan Sunnah itu sebagai penjelas bagi Kitab Allah. ( baca QS. An-Nahl/16:44)

Oleh karena itu, jika timbul perpecahan dan perselisihan diantara Umat Islam, Rasulullah memerintahkan umatnya agar berpegang teguh dengan sunnahnya. Beliau bersada, :
Dan sesungguhnya, barangsiapa diantara kalian yang hidup setelahku, dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang dibert hidayah yang mereka di atas petunjuk. Berpegang teguhlah padanya, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, serta jauhilah perkara-perkara yang baru (dalam agama): karena sesungguhnya, setiap perkara yang baru (yang diada-adakan dalam agama) adalah bid'ah
(Hadits shahih diriwayatkan Abu Daud, no. 4607; At Tirmidzi, no. 2676)

Dari Abdullah bin Mas'ud ra, ia berkata,Rasullah saw membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda,"Ini adalah jalan Allah." kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, "Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu," kemudian beliau membaca, firman Allah :
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus. rnaka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain). karena jalan-jalan itu rnencerai-beraikan kamu dari jalanNya. (QS Al-An'am/3: 153).
(Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad I/435)

Imam Ibnul Qayyim menafsirkan  bahwa jalan yang dimaksud disini, ialah "rukun tauhid yang kedua"  Yaitu persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Beliau berkata, "Dan ini disebabkan, karena jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah hanyalah satu. Yaitu sesuatu yang dengannya Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Tiada seorangpun yang dapat sampai kepadaNya, kecuali melalui jalan ini. “(At Tafsir Al Qayyim, halaman 14-15.)

Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa bersatu dalam Al-Jamaah yang telah dipraktekan/dicontohkan Nabi saw adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan (keridhoan Allah SWT) begitupun para sahabat setelah Nabi wafat mereka senantiasa bersatu dalam Jamaah yang dipimpin oleh seorang khalifah (pengganti nabi). Para sahabat faham betul akan perintah Nabi saw :

“Aku perintahkan kepada kamu sekalian lima perkara; sebagaimana Allah telah memerintah-kanku dengan lima perkara itu; berjama’ah, mendengar, thaat, hijrah dan jihad fi sabilillah.
Barangsiapa yang keluar dari Al Jama’ah sekedar sejengkal, maka sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat.

Dan barang siapa yang menyeru dengan seruan Jahiliyyah, maka ia termasuk golongan orang yang bertekuk lutut dalam Jahannam.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, jika ia shaum dan shalat?” Rasul bersabda: “Sekalipun ia shaum dan shalat dan mengaku dirinya seorang muslim!, maka panggillah oleh orang-orang muslim itu dengan nama yang Allah telah berikan kepada mereka; “Al-Muslimin, Al Mukminin, hamba-hamba Allah ‘Azza wa jalla.”

(HR.Ahmad bin Hambal dari Haris Al-Asy’ari, Musnad Ahmad:IV/202, At-Tirmidzi Sunan At-Tirmidzi Kitabul Amtsal, bab Maa Jaa’a fi matsalis Shalati wa shiyami wa shodaqoti:V/148-149 No.2263. Lafadz Ahmad  

Demikianlah kiranya penjelasan mengenai Jalan Allah yang satu, tidak ada penyimpangan atas jalan tersebut tidak pula merupakan jalan yang baru dikarenakan perbedaan waktu dan tempat. Setiap orang Islam yang benar pastilah bertauhid dan konsekwensi dari tauhid itu adalah persatuan (berjamaah) bukan perpecahan.

Allohu’alam.

Rabu, 11 Mei 2016

MENYIKAPI TAQDIR ALLAH MENGENAI PERPECAHAN



Terkadang manusia benar-benar bersikap tidak adil dalam menyikapi takdir dan ketetapan Allah Ta’ala, ia menimbang keimanan terhadap takdir yang ditetapkan terhadap dirinya sendiri berbeda jauh dengan takdir yang menimpa agama Islam dan nasib kaum muslimin.
Sebagai contoh dalam urusan kemiskinan dan penyakit yang dideritanya tidak sedikit pun manusia yang menyerah pada takdir yang menimpanya, segala daya upaya akan dikerahkan demi untuk menghilangkan rasa lapar atau rasa sakit tersebut,  ia akan bangkit berupaya mengatasi takdir itu meski harus banting tulang siang malam bekerja tanpa lelah. Atau berkorban seluruh harta bendanya demi mendapatkan kesembuhan atas penyakit yang dideritanya.
Sebaliknya untuk urusan takdir berpecah belahnya ummat islam menjadi beberapa golongan, meski termasuk perbuatan orang-orang musyrik (Dalil QS. Ar-Rum/30 : 31-32), tidak sedikit  orang yang tidak takut akan azab dan siksa akibat perpecahan itu (Dalil QS. Al An’am/6:65) malah terkadang manusia justru mencaci maki dan berburuk sangka pada mereka yang berupaya menjalankan dakwah mempersatukan ummat dalam satu kepemimpinan saja untuk seluruh dunia.

TAKDIR PERPECAHAN
Diantara dalil yang menjelaskan bawa umat Islam pada akhir zaman pasti berpecah-belah diantaranya adalah hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya bani Israil berpecah-belah menjadi tujuh puluh satu, dan sesungguhnya umat ini akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua, semuanya di neraka kecuali satu, dan dia adalah jama’ah” [HR Ibnu Majah ; 3983] Dishahihkan Al-Albani Shahih Ibnu Majah 2/364.

Firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” Al-An’am [6] : 159

Ibnu Katsir berkata: “Pemeluk agama sebelumnya berselisih satu sama lain di dalam pola fikir. Masing-masing mengaku bahwa kelompoknya yang benar, umat in pun berselisih satu sama lain di dalam
menegakkan agama, semuanya tersesat kecuali satu yaitu Ahlus Sunnah wal jama’ah, yaitu mereka yang berpegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, dan generasi sahabat, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadroknya ketika Rasulullah ditanya tentang golongan yang selamat, maka Beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang yang mengikuti Sunnahku pada hari ini dan sahabatku.’” (Tafsir Ibnu Katsir juz 5 hal 282).

SIKAP SEORANG MUKMIN TERHADAP TAKDIR
عَنْ عَلِىٍّ - رضى الله عنه - قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى جَنَازَةٍ فَأَخَذَ شَيْئًا فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِهِ الأَرْضَ فَقَالَ « مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ قَالَ « اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ » . ثُمَّ قَرَأَ ( فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ) الآيَةَ .
 “Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pernah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalllam pada sebuah jenazah, lalu beliau berdiam sejenak, kemudian beliau menusuk-nusuk tanah, lalu bersabda:“Tidak ada seorangpun dari kalian melainkan telah dituliskan tempatnya dari neraka dan tempatnya dari surga”. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak bersandar atas takdir kita dan meninggalkan amal?”, beliau menajwab: “Beramallah kalian, karena setiap sesuatu dimudahkan atas apa yang telah diciptakan untuknya, siapa yang termasuk orang yang ditakdirkan bahagia, maka akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan penghuni surga, adapun siapa yang ditakdirkan termasuk dari dari orang yang ditkadirkan sengsara, maka ia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan penghuni neraka”. Kemudian beliau membaca ayat:
{فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (7)} [الليل: 5 - 7]
Artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa”. “Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga)”. “Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. QS. Al Lail: 5-7.
 Imam Nawawi rahimahullah berkata:
“Di dalam hadits-hadits ini terdapat larangan untuk meninggalkan amal dan bersandar dengan apa yang telah ditakdirkan, akan tetapi wajib beramal dan mengerjakan beban yang disebutkan oleh syariat, dan setiap sesuatu dimudahkan untuk apa yang telah diciptakan untuknya, yang tidak ditakdirkan atas selainnya”. Lihat kitab Al Minhaj, Syarah Shahih Muslim., 16/196.

UMAT ISLAM PASTI BERPECAH-BELAH AKAN TETAPI WAJIB BERSATU
Manusia diciptakan kedunia ini tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, praktek beribadah itu seluruhnya sudah ada contoh dan tuntunanya oleh Nabi saw. Kewajiban bersatu yang Allah Ta’ala perintahkan pasti sudah pernah dilakukan dan dicontohkan Nabi saw dan para sahabat radiallahu’anhum ajmain. Nabi saw berpesan ;
“Sesungguhnya Allah meridhoi kamu tiga perkara dan membenci kamu tiga perkara ; Dia meridhoi kamu apabila kamu beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu kepada-Nya, dan apabila kamu berpegang teguh kepada tali Allah semua dan kamu tidak berpecah-belah” [HR Muslim : 3236]
Firman Allah Ta’ala :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” [Ali-Imran/3 ; 103]
Ayat dan hadits diatas menunjukkan cara untuk menyatukan umat Islam, yaitu kita harus kembali kepada tali Allah, sedangkan makna tali Allah ialah Al-Qur’an dan Sunnah sebagaimana dijelaskan di dalam hadits.
“Kitab Allah adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi” [Lihat Silsilah As-Shahihah 5/37]
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa As-Sunnah termasuk tali Allah, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya’ [HR Imam Malik 1395 bersumber dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dihasankan oleh Al-Albani di dalam kitabnya Manzilatus Sunnah fil Islam 1/18]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya berpesan kepada umatnya agar berpegang kepada Sunnahnya saja, akan tetapi kepada Sunnah sahabat pula.
“Maka barangsiapa yang menjumpai itu (perpecahan umat) hendaknya dia berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para kholifah yang menunjukkan kepada kebaikan dan mendapat petunjuk, gigitlah Sunnah ini dengan gigi geraham” [HR Tirmidzi 2600 dan lainnya dishahihkan Al-Albani lihat Silsilah As-Shahihah 6/610]
Dari Abu Burdah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Dan sahabatku adalah orang yang dapat dipercaya untuk umatku, maka jika mereka telah pergi, maka akan datang apa yang dijanjikan kepada umatku” [HR Muslim 4596]
Imama Nawawi rahimahullah berkata : “Adapun makna “apa yang dijanjikan” yaitu munculnya bid’ah, perkara baru dalam urusan agama, dan munculnya fitnah” [Syarah Imam Muslim 16/83]

SATU KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM 
“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap mati seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan sesudahku ini tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada (khalifah) yang pertama, maka untuk yang pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguh nya Allah akan menanyakan apa yang digembalakannya.” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi: IV/206
Firman Allah Ta’ala :
Dan Dia lah yang menjadikan kamu para kholifah di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-An’am/6: 165)


  “Maka barangsiapa yang menjumpai itu (perpecahan umat) hendaknya dia berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para kholifah yang menunjukkan kepada kebaikan dan mendapat petunjuk, gigitlah Sunnah ini dengan gigi geraham” [HR Tirmidzi 2600 dan lainnya dishahihkan Al-Albani lihat Silsilah As-Shahihah 6/610]
Ijma’ Sahabat sangat menekankan pentingnya bersatu dalam satu kepemimpinan, hal ini nampak jelas  saat kejadian bahwa mereka menunda kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW dan mendahulukan pengangkatan seorang Khalifah pengganti beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu kewajiban dan diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah untuk melakukan kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. Namun, para Sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW ternyata sebahagian di antaranya justeru lebih mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian Sahabat lain mendiamkan kesibukan mengangkat Khalifah tersebut, dan ikut pula bersama-sama menunda kewajiban menguburkan jenazah Nabi SAW sampai dua hari tiga malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan (ijma’) mereka untuk segera melaksanakan kewajiban mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin terjadi kecuali jika status hukum mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib daripada menguburkan jenazah.

Allohu’alam