Selasa, 26 Mei 2015

AHLAK TERHADAP ORANG KAFIR


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
 QS. Al Maidah (5) : 51

Imam Ath Thabari ketika menafsirkan ayat ini berkata," Siapa menjadikan mereka sebagai (wali) pemimpin dan sekutu dan membantu mereka dalam melawan kaum muslimin, maka ia adalah orang yang sedien dan semilah dengan mereka. Karena tak ada seorangpun yang menjadikan orang lain sebagai walinya kecuali ia ridho dengan diri orang itu, diennya, dan kondisinya. Bila ia telah ridho dengan diri dan dien walinya itu, berarti ia telah memusuhi dan membenci lawannya, sehingga hukumnya (kedudukan dia) adalah (seperti) hukum walinya." [Tafsir Ath Thabari 6/160].

Segala puji  hanya bagi Alloh, hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan perlindungan atas keburukan kita dan kekurangan diri kita. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Alloh maka tiada satu pun yang dapat menyesatkanya, sebaliknya siapa saja yang disesatkan oleh-Nya maka tiada satu pun yang dapat memberi petunjuk selain Alloh SWT. Sholawat serta salam senantiasa kita panjatkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam   beserta keluarganya, sahabatnya serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabulloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw.  Seburuk-buruknya perkara adalah yang dibuat-buat (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.
Diantara kewajiban sebagai seorang muslim adalah berakhlaq mulia sesuai tuntunan Al Quran dan Al Hadist sekalipun terhadap orang-orang Kafir. Kewajiban-kewajiban seorang muslim terhadap mereka berbeda sesuai dengan tingkat kekufuran dan permusuhan mereka.  kafir itu ada empat macam ; Kafir Harbi (Muharib), Kafir dzimmi, Kafir Mu’ahid dan Kafir Musta’man .
Kafir mu’ahid yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan di antara mereka dan kaum muslimin terikat perjanjian damai.  Kafir dzimmi yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah  sebagai kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka.  Kafir musta’man yaitu orang kafir yang masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.
Adapun Kafir muharib (orang-orang kafir yang memerangi umat Islam di negeri yang saat itu sedang terjadi konflik antar-pemeluk agama), yaitu orang kafir selain tiga jenis di atas. Kaum muslimin disyariatkan untuk memerangi orang kafir semacam ini sesuai dengan kemampuan mereka.

Firman Alloh Ta’ala :
         •                       •                   •        

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. QS. Al Mujadilah (58) : 22

                                 
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu). QS. Ali Imron (3) : 28
[192] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.
          • • •       •                          •       •    
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.  Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam, QS. An Nisa (4) : 139-140
     •             •                   
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. QS. Al Baqarah (2) : 120
                  •       
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. QS. Al Mumtahanah (60) : 8
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam   bersabda, 
ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Kasihilah orang-orang yang berada di atas bumi, niscaya Dia (Allah) yang berada di atas langit akan mengasihi kamu. (HR. At-Tirmidzi, no. 1924)
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
“Jika salah seorang ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah dengan ‘Wa ‘Alaikum’.” (HR. Ibnu Majah, no. 3697; dishahihkan oleh al-Albani)
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nashara. Dan jika kamu bertemu salah seorang dari mereka di jalan, maka desaklah ia ke jalan yang paling sempit/pinggir. (HR. Muslim, no. 2167)
Berdasarkan firman Alloh Ta’ala dan Hadits diatas Islam telah mengajarkan bagaimana bersikap terhadap orang kafir, antara lain :
1. Bersikap baik dan adil selama mereka tidak mengganggu, tidak menunjukan sikap dan perbuatan jahat terhadap orang islam 
2. Bersikap keras, tegas, berjihad dan menyatakan perang jika mereka memerangi kaum muslimin (QS. Al Fath : 29)
3. Tidak menjadikan orang kafir sebagai  teman akrab melebihi teman sesama orang beriman, karena orang kafir selalu berupaya untuk mencelakakan orang-orang yang beriman (QS. Ali imron :118)
4. Tidak menjadikan orang kafir sebagai pemimpin diantara orang-orang yg beriman QS. Ali imron : 28
5. Tidak memulai salam dan menyempitkan ruang geraknya jika bertemu dengannya di salah satu jalan. 
Di jaman yang penuh fitnah seperti sekarang ini dimana telah terjadi penyimpangan yang nyata dimana seorang yang mengaku muslim namun menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dan teman setia bahkan dengan nyata-nyata membantu orang kafir yang memerangi kaum muslimin, maka dengan dasar petunjuk apakah mereka mengambil keputusan seperti itu ???
Menolong orang kafir dalam menindas kaum muslimin  adalah perkara yang sangat berbahaya. Hal ini termasuk pembatal keislaman jika maksudnya adalah menolong orang kafir untuk menindas kaum muslimin  apalagi jika disertai dengan kecintaan pada Dien atau ajaran mereka.  Alloh Ta’ala berfirman, 

       •             •         
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. QS. Al Maidah (5) : 51

Imam Ath Thabari ketika menafsirkan ayat ini berkata," Siapa menjadikan mereka sebagai (wali) pemimpin dan sekutu dan membantu mereka dalam melawan kaum muslimin, maka ia adalah orang yang sedien dan semilah dengan mereka. Karena tak ada seorangpun yang menjadikan orang lain sebagai walinya kecuali ia ridho dengan diri orang itu, diennya, dan kondisinya. Bila ia telah ridho dengan diri dan dien walinya itu, berarti ia telah memusuhi dan membenci lawannya, sehingga hukumnya (kedudukan dia) adalah (seperti) hukum walinya." [Tafsir Ath Thabari 6/160].
Hendaknya setiap muslim tahu  bahwa ketika ia melakukan cara yang hina ini, amal perbuatannya sia-sia, berupa seluruh ibadah yang ia lakukan terhadap robbnya sebelum ia kembali ke dalam lumpur kemurtadan yang ia ridhoi terhadap dirinya sendiri ini. Kita berlindung kepada Alloh, jika seorang muslim hakiki yang beriman kepada Alloh dan rasul-Nya sampai ridho dengan perbuatan seperti ini. Naudzubillahimindzaalik.
Allohu’alam

MARTABAT PARA SYUHADA DAN KEUTAMAANYA

Bismillah
Syuhada (شُهَداء) merupakan bentuk jamak dari syahid (شَهيد) menurut ulama adalah  mereka yang hilang nyawanya demi meninggikan (memperjuangkan) kalimat Allah SWT [Kitab Ats-Tsamratul Jiyaad Fii Masaa-ili Fiq-hil Jihaad, hal 172]. 
Firman Allah Ta’ala :

وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ 

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu 
hidup di sisi Rabb-Nya dengan mendapat rezeki. QS. Ali Imron: 169.

Syekh Abdurrahman As-Sa’di berkata: Artinya berjihad melawan musuh-musuh agama Allah subhanahu wata’ala, dalam rangka meninggikan kalimat Allah. (أَمْوَاتًا) yang bermakna mati maksudnya adalah janganlah tersirat di dalam benakmu dan prasangkamu bahwa mereka telah mati dan sirna serta telah menghilang dari mereka kelezatan hidup di dunia dan dari bersenang-senang dengan kemegahan hidup dunia, karena dengan mati di jalan Allah, mereka mendapatkan apa yang lebih besar dari apa yang menjadi impian bagi setiap muslim yaitu mereka hidup di sisi Rabb mereka dan mereka diberikan rizki dengan berbagai kenikmatan yang tidak merasakan keindahannya kecuali oleh orang yang diberikan nikmat oleh Allah dengannya”. [Tafsir As-Sa’di, halaman:124] baca pula QS. Ali Imron (3):169-174
Para Syuhada berada pada tempat yang paling tinggi di sisi Rabb mereka. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad didalam musnadnya dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Para syuhada berada pada bagian tertinggi surga di pintu surga, pada sebuah kubah berwarna hijau, rizki mereka dari surga keluar darinya baik pada waktu pagi atau siang. (Musnad Ahmad bin Hambal 4/220 no: 2390 dan Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsirnya: 1/142 dan isnadnya jayyid)
Orang yg mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yg besar, dihiasi dgn perhiasan iman, dikawinkan dgn bidadari & dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya. [HR. Ibnumajah No.2789].

Semua keutamaan yang disebutkan di atas berupa Ayat Al Qur’an  maupun Al Hadist  tidak diberikan kecuali kepada mereka yang berjihad di jalan Allah SWT  untuk menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Musa Al-Asya’ari berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi Muhammad saw dan berkata: Seorang lelaki yang berperang untuk mendapatkan harta rampasan, dan seorang lelaki yang berperang untuk dikenang, dan seorang lelaki yang berperang untuk diketahui posisinya lalu siapakah yang berjuang di jalan Allah?. Rasulullah saw bersabda: Orang yang berperang untuk menjadikan kalimat Allah yang tertinggi maka dialah yang berperang di jalan Allah” (HR. Al-Bukhari no. 2810 dan Muslim no: 1904)
Adapun orang yang berperang di bawah panji-panji buta, nasionalisme, fanatisme atau kebebasan atau slogan-slogan palsu lainnya maka dia sama seperti apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw di dalam hadits riwayat Muslim di dalam kitab shahihnya: Barangsiapa yang berperang di bawah panji buta yang menyeru kepada fanatisme atau membela fanatisme maka kematiannya adalah kematian jahiliyah”. (HR. Muslim no: 1850)
Mati syahid tidak selalu diidentikan dengan mati di medan pertempuran, kembali kepada kesungguhan hati berupa niat yang tulus ikhlas dalam menegakkan kalimat Allah membuktikan ketaatan kepada Allah, Rosululloh dan ulil amri minkum sekalipun mati diatas ranjang syahid insya Allah didapat.   Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Sahl bin Hunaif dari bapakanya bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Barangsiapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan sebenarnya, maka Allah akan menyampaikannya pada tingkat orang yang mati syahid sekalipuin dirinya mati di atas ranjang tidurnya” (HR. Muslim no: 1909)
“Dari Abu Hurairah r.a, katanya, Rasulullah saw bersabda: Apa yang kalian ketahui tentang syahid?” Sahabat r.a menjawab: Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia syahid” Lalu Rasulullah saw bersabda: “Kalau begitu syahid di kalangan ummat ku sedikit”, Sahabat r.a berkata lagi, kalau begitu siapakah mereka ya Rasulullah ? Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia syahid, barang siapa yang mati di jalan Allah, maka dia syahid, barangsiapa yang mati karena cacar maka dia syahid, siapa yang mati terkena diare dia syahid ” (Shahih Muslim, Kitaabul Imaarah no. Hadist 3539) 
Imam Nawawi dalam syarah hadits Muslim diatas menyebutkan: Para ulama berkata: “Yang dimaksudkan syahid diatas adalah selain syahid Fie sabilillah (terbunuh ketika berperang di jalan Allah), mereka itu di akhirat memperoleh pahala para syuhada. Adapun di dunia, mereka dimandikan dan dishalatkan, dalam kitab Al-Iman telah dijelaskan masalah ini.
Adapun syuhada, terbagi kedalam Tiga jenis:
1.      Syahid Dunia Akhirat
Yang dimaksud syahid dunia akhirat adalah orang yang terbunuh ketika berperang di jalan Allah dengan niat yang ikhlas, tidak ada unsur riya, tidak juga berbuat ghulul (mencuri harta rampasan perang). Jenis inilah yang merupakan syahid yang sempurna dan syahid yang paling utama, baginya pahala dari sisi Allah Yang Maha Agung. Soal niat ikhlas atau tidaknya, hanya dia yang bersangkutan dan Allah yang tahu. Manusia hanya menghukumi secara zhahir bahwa dia mati terbunuh di jalan Allah. Sehingga dia layak disebut sebagai syahid. Karenanya jenazahnya tidak perlu dimandikan,tidak perlu dikafankan, tidak perlu disholatkan, ia hanya dikuburkan dengan pakaian lengkap tatkala ia terbunuh syahid.
2.      Syahid Dunia
Yaitu orang yang terbunuh ketika dia berperang, tetapi dia tidak ikhlas karena Allah, bukan demi menegakkan kalimat Allah (Islam). Soal niatnya, manusia selain dirinya tidak ada yang tahu. Akan tetapi ketika jasadnya ditemukan terbunuh ketika berperang melawan kafir, maka ia dihukumi sebagai syahid.Untuk syahid jenis pertama dan kedua ini, terdapat beberapa pendapat. Menurut pendapat Al-Ahnaf (Hanafiyah), mereka tidak dimandikan, tidak dikafani tetapi disholatkan. Menurut Hanabilah (pengikut mazhab Hanbali) mereka tidak dimandikan, tidak dikafankan dan tidak disholatkan. Menurut Malikiyah : Mereka tidak dimandikan, tidak dikafankan, tidak juga di sholatkan. Dan, menurut Syafi’iyah, bahwa mereka tidak dimandikan, tidak dimandikan dan tidak pula disholatkan”
3.      Syahid akhirat saja
Yaitu orang-orang yang mati karena sakit cacar/diare, tenggelam atau orang yang mati tertimpa runtuhan (longsor) dan semisalnya, sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits Nabi. Orang yang termasuk kategori ini dimandikan, dikafani juga disholatkan.

Allohu’alam wal hamdulillah