Selasa, 24 Februari 2015

PERISTIWA DIPADANG MAHSYAR

Rangkaian Peristiwa di padang Mahsyar merupakan salah satu rukun dari rukun iman, yakni Iman kepada hari Akhir dan salah satu ‘aqidah dari ‘aqidah Islam yang pokok, karena masalah kebangkitan di akhirat merupakan landasan berdirinya ‘aqidah setelah masalah ke-Esaan Alloh Subhanahu wata’ala (Tauhidulloh).
Karena pentingnya keyakinan terhadap hari yang agung ini,  Alloh Ta’ala seringkali menghubungkan iman kepada-Nya dengan iman kepada hari Akhir, sebagaimana firman-Nya :

}§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$#

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Alloh, hari Akhir....” [Al-Baqarah: 177]

Iman kepada segala hal yang terjadi pada hari Akhir dan tanda-tandanya merupakan keimanan terhadap hal ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal, dan tidak ada jalan untuk mengetahuinya kecuali dengan nash yakni melalui wahyu Al Qur’anul karim dan petunjuk Nabi Muhammad saw yakni dalam Hadist shahih.

Dari beberapa petunjuk hadist Shahih berikut ini dapat kita ketahui beberapa peristiwa dipadang mahsyar, yakni :

1.      Keadaan manusia tatkala bertemu dengan Alloh Ta’ala di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan. (HR. Muslim, no. 5102, HR. Bukhari, no. 6043)  Meskipun demikian, akhirnya mereka diberi pakaian juga (HR. Bukhari, no. 4371) adapun pakaian yang dikenakannya ketika itu adalah pakaian yang dikenakan ketika mati  (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shohiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3575)

2.      Manusia digiring ke Padang Mahsyar dengan berbagai kondisi yang berbeda sesuai dengan amalnya. Ada yang digiring dengan berjalan kaki, namun tidak sedikit yang diseret di atas wajah-wajah mereka (HR. Bukhari, no. 6042 dan Muslim, no. 5020, HR. At Tirmidzi )

Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa ada seseorang berkata kepada Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa orang kafir digiring di atas wajah mereka pada hari Kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bukankah Rabb yang membuat seseorang berjalan di atas kedua kakinya di dunia, mampu untuk membuatnya berjalan di atas wajahnya pada hari Kiamat?!” Qatadah mengatakan, “Benar, demi kemuliaan Rabb kami.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6042 dan Muslim, no. 5020)

3.      Matahari didekatkan sejauh satu mil dari manusia, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan mereka sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia. (HR. Muslim, no. 2864)

“Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil.” –Sulaim bin Amir (perawi hadits ini) berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan mil. Apakah ukuran jarak perjalanan, atau alat yang dipakai untuk bercelak mata?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sehingga manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam keringatnya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan meletakkan tangan ke mulut beliau.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2864)

Namun diantara peristiwa yang dahsyat tersebut pada waktu yang sama terdapat segolongan manusia yang mendapat naungan oleh Alloh SWT, sebagaimana sabda Nabi saw :
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.
1. Imam (pemimpin) yang adil.
2. Pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.
3. Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid.
4.  Dua orang yang saling mencintai karena Alloh, dimana keduanya berkumpul dan berpisah
      karena Alloh.
5. Dan seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi
     cantik rupawan, lalu ia mengatakan: “Sungguh aku takut kepada Alloh.”
6. Seseorang yang bershodaqoh lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui
    apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.
7.   Dan orang yang berdzikir kepada Alloh di waktu sunyi, lalu berlinanglah air matanya.”
(Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Fathul baari II/143  dan Muslim, no. 1031).
segolongan lain yang juga akan mendapatkan naungan Arsy-Nya adalah:

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ أَظَلَّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ

“Barangsiapa yang memberi kelonggaran kepada orang yang sedang kesulitan (membayar hutang) atau membebaskan (hutang tersebut) darinya, niscaya Allah l akan menaunginya dalam Arsy-Nya.” (HR. Muslim no. 3006)

Telaga Nabi Muhammad saw dan dua golongan umat yang 

dipisahkan :

Setiap seorang nabi di padang Mahsyar mempunyai sebuah telaga (danau) yang akan dijadikan tempat minumnya sendiri beserta sekalian ummatnya, yakni setelah selesai perjalanan dipadang mahsyar sebelum melewati shirot (Fathul Bari’, XI/466) Dua golongan ummat yang akan dipisahkan yakni segolongan ummat yang membuat bid’ah dalam agama/ad din dan segolongan ummat yang taat dan membenarkan para penguasa dzolim yang tidak berhukum berdasarkan kitabulloh.

Golongan pertama diceritakan dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 “Aku adalah pendahulu kalian menuju telaga. Siapa saja yang melewatinya, pasti akan meminumnya. Dan barangsiapa meminumnya, niscaya tidak akan haus selamanya. Nanti akan lewat beberapa orang yang melewati diriku, aku mengenali mereka dan mereka mengenaliku, namun mereka terhalangi menemui diriku.”“Aku berkata: “Mereka termasuk umatku!” Namun muncul jawaban: “Engkau tidak mengetahui perkara yang mereka ada-adakan (dalam agama ini) sepeninggalmu.” Akupun berkata: “Menjauhlah, menjauhlah, bagi orang yang mengubah (ajaran agama/ad-din) setelahku.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6097)

Golongan kedua diriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang berdusta lagi zholim. Siapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu mereka dalam kezholimannya, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Dan dia tidak akan (diijinkan) datang ke telagaku. Sebaliknya, siapa yang tidak membenarkan dan tidak membantu kezholiman mereka, maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya, serta dia akan datang ke telagaku.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, V/384. Al-Albani mengatakan dalam kitabnya, Zhilalil Jannah, no. 759, bahwa sanadnya bagus).
  
Demikianlah, Sesungguhnya jika manusia beriman kepada Alloh dan hari Akhir, dan beriman kepada apa yang ada di dalamnya berupa pahala dan siksaan adalah sesuatu yang benar-benar mengarahkan prilaku manusia kepada jalan yang benar. Tidak ada satu undang-undang pun yang dibuat manusia, mampu menjadikan prilaku manusia lurus dan istiqamah sebagaimana yang dihasilkan oleh iman kepada hari Akhir.
Oleh karenanya, ada perbedaan yang sangat nampak antara prilaku orang yang beriman kepada Alloh dan hari Akhir, dia mengetahui bahwasanya dunia adalah ladang bagi kehidupan akhirat, juga mengetahui bahwasanya amal shalih adalah bekal hari Akhir, 

Allohu’alam


IMAN KEPADA HARI AKHIR

Percaya kepada hari akhir merupakan salah satu sendi  dari berbagai rukun iman (Arkanul Iman), Hari akhir yakni hari kiamat itu didahului dengan musnahnya alam semesta ini maka seluruh mahluk yang hidup akan mati dan bumi pun akan berganti dengan alam lain yang disebut alam akhirat, hanya ada dua kampung di alam akhirat yakni kampung surga dan kampung neraka.

Al quran memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap keyakinan kepada Allah dan hari akhir, sehingga mantapnya keyakinan generasi awal islam disebabkan karena pembinaan Rosululloh saw terhadap mereka didominasi oleh keyakinan akan janji Allah SWT dan peristiwa hari akhir yang terdapat pada banyak ayat makkiyyah. Firman Alloh Ta’ala :

ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat... QS. Ath-Thalaaq (65):2

Dengan mengetahui dimana pangkal dan dimana ujungnya, juga mengetahui siapa sumbernya dan bagaimana akhir kelak kejadianya itu, maka dapatlah seseorang mengarahkan tujuan yang harus dicapai, melukiskan kemana harus menuju untuk dijadikan titik terakhir dari perjalananya dan bahkan dapat pula menggunakan segalamacam alat dan perantaraan guna memperoleh tujuan yang pokok itu serta dapat menyampaikan dirinya kepada apa yang menjadi cita-cita dan impianya yakni masuk ke kampung surga.

Kehidupan menurut pandangan Islam bukanlah sekedar kehidupan di dunia yang sangat pendek dan terbatas, bukan pula sebatas umur manusia yang sangat singkat. Sesungguhnya kehidupan menurut pandangan Islam sangatlah panjang, berlanjut sampai tidak ada batasnya. Tempatnya pun berlanjut menuju tempat yang lain di dalam Surga yang luasnya seluas langit dan bumi atau di dalam Neraka yang semakin meluas karena banyaknya generasi yang menghuni bumi selama berabad-abad, Firman Allah Ta’ala :


سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ

Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar. QS. Al Hadiid (57) :21


Allah swt berfirman :

يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِن مَّزِيدٍ

 (dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahannam : "Apakah kamu sudah penuh?" Dia Menjawab : "Masih ada tambahan?" QS. Qaf (50):30

Maka orang yang yakin akan adanya hari Akhir akan beramal dengan melihat timbangan langit bukan dengan timbangan bumi, dan dengan perhitungan akhirat bukan dengan perhitungan dunia. Dia memiliki prilaku yang istimewa di dalam kehidupannya, kita bisa menyaksikan keistiqamahan di dalam dirinya, luasnya pandangan, kuatnya keimanan, keteguhan di dalam segala cobaan, kesabaran di dalam setiap musibah, dengan mengharap pahala dan ganjaran, serta yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal.

Al-Imam Muslim رحمه الله meriwayatkan dari Shuhaib ra, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.

‘Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, semua urusannya adalah baik (baginya), hal itu tidak akan didapatkan kecuali oleh orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur maka hal itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia tertimpa musibah, dia bersabar maka hal itu adalah kebaikan baginya.’” (HR. Muslim, No. Hadist 2999.  Kitab az-Zuhd, bab fii Ahaadiits Mutafarriqah, XVIII/125, Syarh an-Nawawi

Perasaan seperti ini adalah buah dari keimanan kepada Allah dan hari Akhir, perasaan beratnya beban dan besarnya amanah yang dipikul manusia. Di mana langit, bumi, dan gunung merasa berat untuk menerimanya, karena mereka tahu bahwa segala hal, baik yang kecil atau yang besar akan dimintai pertanggungjawaban, akan diperhitungkan dan akan dibalas. Jika baik maka baik pula balasannya, jika buruk maka buruk pula balasannya, Firman Allah Ta’ala :

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

“Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Aduhai celaka kami, Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang pun juga.” Al-Kahfi (18): 49

Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir serta apa yang ada di dalamnya, baik perhitungan maupun pembalasan, maka dia akan selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan segala keinginannya dalam kehidupan dunia, terengah-engah di belakang perhiasannya, rakus dalam mengumpulkannya, dan sangat pelit jika orang lain ingin mendapatkan kebaikan melaluinya. Dia telah menjadikan dunia sebagai tujuannya yang paling besar, dan puncak dari ilmunya (pengetahuannya). Dia mengukur setiap perkara dengan kemaslahatannya semata, tidak mempedulikan orang lain dan tidak pernah melirik sesamanya kecuali dalam batasan-batasan yang dapat mewujudkan manfaat bagi dirinya pada kehidupan yang pendek dan terbatas ini. Dia bergerak dengan menjadikan bumi dan umur sebagai batasannya saja. Oleh karena itu, sistem perhitungan dan pertimbangannya pun berubah-ubah dan akan berakhir dengan hasil yang salah, karena dia menganggap bahwa hari Kebangkitan itu tidak mungkin terjadi, Firman Allah Ta’ala :

بَلْ يُرِيدُ الْإِنسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ 

“Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus. Ia berkata, ‘Bilakah hari Kiamat itu?’” Al-Qiyaamah (75): 5-6

Inilah cara pandang Jahiliyyah, terbatas dan sangat sempit. Cara pandang ini telah menjadikan mereka berani melakukan pembunuhan, merampas harta, dan merampok. Hal ini disebabkan karena mereka tidak beriman kepada hari Kebangkitan dan hari Pembalasan, sebagaimana yang digambarkan Allah Ta’ala tentang keadaan mereka dalam firman-Nya:

وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ

“Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), ‘Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan dibangkitkan.’” Al-An’aam(6):29


Demikianlah ajaran  Islam sangat memperhatikan keyakinan terhadap hari Akhir. Terdapat penekanan dalam al-Qur-an tentang keimanan terhadap hari Akhir, dan penetapan adanya kebangkitan, hisab serta balasan. Allah mengingkari sikap mereka yang menganggap bahwa hari Akhir itu mustahil, dan Dia memerintahkan Nabi-Nya agar bersumpah bahwa hal ini adalah haq (benar):

قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“... Katakanlah (Muhammad), ‘Memang, demi Rabb-ku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’ Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” At-Taghaabun (64):7

Allohu’alam.