Senin, 28 November 2011

KONSEPSI AGAMA


Pengertian Agama

Dalam bahasa Indonesia kata Agama berasal dari bahasa sansakerta diambil dari kata A yang artinya tidak dan GAMA yang artinya kacau jika digabungkan agama mengandung arti kata sesuatu yang tidak kacau.
Dalam Bahasa Inggris agama diucapkan dengan RELIGION yang berasal dari bahasa latin diambil dari kata RE dan ELIGARE / LIGARE yang mengandung arti memilih kembali atau menghubungkan kembali sesuatu yang telah putus

Dalam Bahasa Arab agama diucapkan dengan AD-DIN yang berasal dari akar kata DANA-YADINU-DINAN yang mengandung arti Tunduk, Patuh, Taat, Peraturan, Undang-undang.

Dari beberapa pengertian bahasa diatas belum dapat menggambarkan arti sebenarnya dari apa yang kita maksudkan dengan  pengertian agama secara definitive, karena agama selain mengandung hubungan dengan Tuhan juga hubungan dengan masyarakat dimana didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagaimana seharusnya hubungan-hubungan tersebut dilakukan dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup.

Macam-macam agama di Dunia

Pada dasarnya agama itu ada dua jenis yaitu :
1. Agama Wahyu (samawi/langit) yakni agama yang diturunkan oleh Tuhan 
    kepada utusan-Nya /rosul contoh : Agama Islam, Agama Nasrani, Agama 
    Yahudi
2. Agama Budaya (ardhi/bumi) yakni agama yang bersumber dari hasil pikiran 
    atau perasaan manusia secara kumulatif yang kita kenal sebagai ISME 
    contoh : Liberalisme, Kapitalisme, Sosialisme, dsb.

Mungkin akan timbul pertanyaan mengapa ISME sama dengan AGAMA. Secara Devinitive baik agama maupun isme memiliki Kesamaan yakni terdapatnya aturan-aturan yang mengikat kehidupan manusia baik sebagai individu maupun masyarakat yang dijadikan pedoman hidup dan didalamnya sama-sama ada ketaatan dan adanya sanksi hukum maupun konsekwensi (kebahagiaan/kesengsaraan) yang akan didapatkan oleh pengikutnya.

Konsep Agama Islam (Dinul Islam)
Sesungguhnya Allah swt telah menjelaskan melalui Al'Quran bahwa sistem kehidupan yang diridhoi-Nya adalah sistem yang dibangun atas ketaatan dan keikhlasan untuk menghambakan diri kepada Allah semata.
Firman Allah Ta'ala :
بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ
تَنزيلُ الكِتٰبِ مِنَ اللَّهِ العَزيزِ الحَكيمِ ﴿١﴾ إِنّا أَنزَلنا إِلَيكَ الكِتٰبَ بِالحَقِّ فَاعبُدِ اللَّهَ مُخلِصًا لَهُ الدّينَ ﴿٢﴾ أَلا لِلَّهِ الدّينُ الخالِصُ ۚ وَالَّذينَ اتَّخَذوا مِن دونِهِ أَولِياءَ ما نَعبُدُهُم إِلّا لِيُقَرِّبونا إِلَى اللَّهِ زُلفىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحكُمُ بَينَهُم فى ما هُم فيهِ يَختَلِفونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لا يَهدى مَن هُوَ كٰذِبٌ كَفّارٌ ﴿٣﴾ لَو أَرادَ اللَّهُ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا لَاصطَفىٰ مِمّا يَخلُقُ ما يَشاءُ ۚ سُبحٰنَهُ ۖ هُوَ اللَّهُ الوٰحِدُ القَهّارُ ﴿٤﴾ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضَ بِالحَقِّ ۖ يُكَوِّرُ الَّيلَ عَلَى النَّهارِ وَيُكَوِّرُ النَّهارَ عَلَى الَّيلِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمسَ وَالقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجرى لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۗ أَلا هُوَ العَزيزُ الغَفّٰرُ ﴿٥﴾ خَلَقَكُم مِن نَفسٍ وٰحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنها زَوجَها وَأَنزَلَ لَكُم مِنَ الأَنعٰمِ ثَمٰنِيَةَ أَزوٰجٍ ۚ يَخلُقُكُم فى بُطونِ أُمَّهٰتِكُم خَلقًا مِن بَعدِ خَلقٍ فى ظُلُمٰتٍ ثَلٰثٍ ۚ ذٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُم لَهُ المُلكُ ۖ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ ۖ فَأَنّىٰ تُصرَفونَ ﴿٦﴾ إِن تَكفُروا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِىٌّ عَنكُم ۖ وَلا يَرضىٰ لِعِبادِهِ الكُفرَ ۖ وَإِن تَشكُروا يَرضَهُ لَكُم ۗ وَلا تَزِرُ وازِرَةٌ وِزرَ أُخرىٰ ۗ ثُمَّ إِلىٰ رَبِّكُم مَرجِعُكُم فَيُنَبِّئُكُم بِما كُنتُم تَعمَلونَ ۚ إِنَّهُ عَليمٌ بِذاتِ الصُّدورِ ﴿٧﴾ وَإِذا مَسَّ الإِنسٰنَ ضُرٌّ دَعا رَبَّهُ مُنيبًا إِلَيهِ ثُمَّ إِذا خَوَّلَهُ نِعمَةً مِنهُ نَسِىَ ما كانَ يَدعوا إِلَيهِ مِن قَبلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَندادًا لِيُضِلَّ عَن سَبيلِهِ ۚ قُل تَمَتَّع بِكُفرِكَ قَليلًا ۖ إِنَّكَ مِن أَصحٰبِ النّارِ ﴿٨﴾ أَمَّن هُوَ قٰنِتٌ ءاناءَ الَّيلِ ساجِدًا وَقائِمًا يَحذَرُ الءاخِرَةَ وَيَرجوا رَحمَةَ رَبِّهِ ۗ قُل هَل يَستَوِى الَّذينَ يَعلَمونَ وَالَّذينَ لا يَعلَمونَ ۗ إِنَّما يَتَذَكَّرُ أُولُوا الأَلبٰبِ ﴿٩﴾

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(1) Kitab (Al Qur'an ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (2) Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (3) "Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): ""Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya"". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (4) Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Maha Suci Allah. Dia-lah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (5) "Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (6) "Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya istrinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?" (7) "Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada) mu." (8) "Dan apabila manusia itu ditimpa kemudaratan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudaratan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: ""Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka""." (9) "(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: ""Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."QS. Az-zumar (39) : 1 - 9
 
Allah swt telah menyusun sebuah sistem (dinullah / dinul Islam) yang sempurna dan mencakup berbagai aspek kehidupan maka manusia diberi tugas berjalan diatas sistem tersebut dan memahami balasan Allah untuk manusia pada hari perhitungan nanti.

Tetapi sangat dimungkinkan adanya manusia yang tidak mau tunduk patuh pada aturan Allah swt tersebut, sebaliknya manusia dengan akalnya membuat sendiri aturan-aturan yang sesuai dengan kehendaknya sendiri akibatnya terdapat banyak agama / isme / din selain dinul islam.

Firman Allah Ta'ala
أَفَغَيرَ دينِ اللَّهِ يَبغونَ وَلَهُ أَسلَمَ مَن فِى السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ طَوعًا وَكَرهًا وَإِلَيهِ يُرجَعونَ

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (QS. Ali Imron / 3 ; 83
Maka kita dihadapkan pada dua pilihan, yakni berada dalam Dinulloh (Agama Allah) atau Dinunas (agama budaya/isme). Amat disayangkan kalau ternyata kita memilih untuk menggunakan Isme karena menurut akal kita lebih terasa cocok dengan situasi dan kondisi saat ini daripada Dinul Islam. Padahal siapa saja yang mengikuti din selain dinullah yaitu dinul Islam walaupun yang diikutinya tersebut dahulunya bersumber darii samawi, tidak akan diterima oleh Allah swt sebagaimana dijelaskan melaului firman Allah berikut :
إِنَّ الدّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسلٰمُ ۗ وَمَا اختَلَفَ الَّذينَ أوتُوا الكِتٰبَ إِلّا مِن بَعدِ ما جاءَهُمُ العِلمُ بَغيًا بَينَهُم ۗ وَمَن يَكفُر بِـٔايٰتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَريعُ الحِسابِ

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.QS. Ali Imron (3) : 19

Wallhu'alam
Semoga menginspirasi antum untuk beristiqamah dalam Dinul Islam

Jumat, 25 November 2011

APLIKASI SYAHADAT DALAM KEHIDUPAN

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun di atas lima perkara: Syahadat bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berhaji, dan berpuasa Ramadlan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Imam al-Bukhari membuat judul bab untuk hadits ini dalam Shahihnya, “Bab Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam Buniyal Islam ‘ala khamsin (Islam dibangun di atas lima perkara). Seluruh umat telah sepakat atasnya dan wajib mengetahuinya dan mengamalkanya.

Timbul pertanyaan bagaimana mengamalkan rukun Islam yang pertama yaitu Dua Kalimat Syahadat :
شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ  apakah cukup diucapkan saja atau adakah wujud praktek untuk mengamalkanya?? sebagaimana shalat, puasa, zakat dan Haji ???

Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Utsman radhiyallaahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
 “Siapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui bahwa tiada Illah (yang berhak disembah) kecuali Allah, pasti masuk surga.”

Dari sini dapat dipahami, orang yang mengucapkannya wajib mengetahui apa yang dimaksud dan ditunjukkannya. Sedangkan orang yang mengucapkannya namun jahil terhadap hakikat dan maknanya, maka pengucapannya itu tidaklah mendatangkan manfaat untuknya.

dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فَيُحْجَبَ عَنْ الْجَنَّةِ
Aku bersaksi tiada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasulullah, tidaklah seorang hamba bertemu Allah dengan keduanya tanpa ragu-ragu akan terhalang dari surga.” HR. Muslim)

Supaya orang yang mengucapkannya bisa masuk surga, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menjadikan syarat agar dalam mengucapkannya tidak ragu terhadapnya dan hatinya meyakininya dengan penuh.


Berdasarkan keterangan hadist diatas terdapat rukun syahadat serta syarat-syarat diterimanya syahadat seseorang. Adapun Rukun Syahadat sebagai berikut :

لاَإِلهَ .1  sebagai nafyu (peniadaan) atas segala apa yang diibadahi selain 
           Allah,
إِلاَّالله .2 sebagai itsbat (penetapan) bahwa seluruh ibadah hanyalah milik 
           Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal ibadah ini 
           sebagaimana tiada sekutu bagi-Nya dalam hal kekuasaan.”

Al-Imam Ibnul Qoyyim berkata: :”An Nafyu (peniadaan) saja tidak tergolong tauhid, demikian pula Al Itsbat (penetapan) saja tanpa An Nafyu, dan tidaklah disebut tauhid kecuali di saat mencakup An Nafyu dan Al Itsbat, inilah hakikat tauhid”. (Fathul Majid, hal. 29)

sedangkan Syarat-syarat Syahadat mencakup 8 (delapan) hal yakni : Ilmu, Yakin, Menerima, Tunduk, Jujur, Ikhlas, Kecintaan, mengingkari Thogut. 

jadi pengamalan Syahadat bukanlah sekedar ucapan, karena  ditinjau dari segi bahasa  pun Lafadz شهد (bersaksi) lebih luas maknanya daripada ucapan. Bukankah kita ketahui bahwa seseorang yang mempersaksikan suatu persaksian di hadapan hakim di pengadilan, tidak akan diterima jika saksi tersebut tidak mengetahui atau ia tidak memahami apa yang dia ucapkan? Bukankah pula jika ia berbicara dengan ragu dan tidak yakin juga tidak akan diterima persaksiannya? Demikian pula persaksian seseorang yang bertentangan dengan perbuatannya sendiri, tidak akan dipercaya oleh pengadilan manapun.
Harus kita sadari bahwa Sikap seseorang dalam keseharianya merupakan cerminan dari keyakinan yang tertanam dalam hatinya, maka keyakinan terhadap  لاَ إِلهَ إِلاَّ الله  harus melahirkan sikap seperti Nabiullah Ibrahim 'Alaihissalam yakni AL WALA' ( dekat, sikap setia, loyal terhadap pemimpin, pengayom, teman dekat & orang-orang yg beraqidah Islam secara benar),  dan AL BARA' (berlepas diri, memusuhi orang-orang yang menentang Allah dan RosulNya).
Allah Ta’ala berfirman,
قَد كانَت لَكُم أُسوَةٌ حَسَنَةٌ فى إِبرٰهيمَ وَالَّذينَ مَعَهُ إِذ قالوا لِقَومِهِم إِنّا بُرَءٰؤُا۟ مِنكُم وَمِمّا تَعبُدونَ مِن دونِ اللَّهِ كَفَرنا بِكُم وَبَدا بَينَنا وَبَينَكُمُ العَدٰوَةُ وَالبَغضاءُ أَبَدًا حَتّىٰ تُؤمِنوا بِاللَّهِ وَحدَهُ إِلّا قَولَ إِبرٰهيمَ لِأَبيهِ لَأَستَغفِرَنَّ لَكَ وَما أَملِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن شَيءٍ ۖ رَبَّنا عَلَيكَ تَوَكَّلنا وَإِلَيكَ أَنَبنا وَإِلَيكَ المَصيرُ 

"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ""Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: ""Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah"". (Ibrahim berkata): ""Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,"
QS.Al-Mumtahanah (60):4 baca pula QS.Az-Zukhruf (43):26

Hal demikian Allah SWT perintahkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui firman-Nya :

ثُمَّ أَوحَينا إِلَيكَ أَنِ اتَّبِع مِلَّةَ إِبرٰهيمَ حَنيفًا ۖ وَما كانَ مِنَ المُشرِكينَ


"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." QS. An-Nahl (16):123
 
Jika mengkaji Siroh Nabawi kita akan dapatkan Sikap Muhammad Rosululloh SAW yang menolak segala macam tawaran/iming-iming berupa kedudukan, harta, wanita dsb asalkan berhenti menyerukan لاَ إِلهَ إِلاَّ الله  bahkan Rosululloh SAW menolak untuk bergabung ke dalam Darun Nadwah semacam  parlemen kaum Quraisy pada waktu itu.

Al BARA' yakni sikap permusuhan " العَدٰوَةُ " dan kebencian "  البَغضاءُ " selama-lamanya terhadap segala bentuk penyimpangan peribadatan selain kepada Allah SWT dan terhadap bentuk peribadatan yang tidak dicontohkan oleh Rosulullah SAW (bid'ah). 

Lebih jauhnya lagi sikap AL BARA' mampu melahirkan sikap "Al hadmu" yaitu penghancuran terhadap pemikiran lain, keyakinan lain,  sitem tatanan hidup, aturan yang mengatasnamakan Islam tetapi menyimpang dari tuntunan Allah (Al'Quran) dan RosulNya (al'Hadist).
  
sedangkan AL WALA' merupakan bukti pengamalan dari keyakinan terhadap      لاَ إِلهَ إِلاَّ الله    yang melahirkan sikap :

1. Taat   أَطيعُو
    Yakni Taat kepada perintah-perintah Allah swt, taat kepada perintah-
    perintah Rosululloh SAW dan perintah-perintah Ulil Amri minkum (Khalifah) 

Allah Ta’ala berfirman,
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا أَطيعُوا اللَّهَ وَأَطيعُوا الرَّسولَ وَأُولِى الأَمرِ مِنكُم ۖ فَإِن تَنٰزَعتُم فى شَيءٍ فَرُدّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسولِ إِن كُنتُم تُؤمِنونَ بِاللَّهِ وَاليَومِ الءاخِرِ ۚ ذٰلِكَ خَيرٌ وَأَحسَنُ تَأويلًا 

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.QS. An-Nisa (4) : 59
إِنَّما وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسولُهُ وَالَّذينَ ءامَنُوا الَّذينَ يُقيمونَ الصَّلوٰةَ وَيُؤتونَ الزَّكوٰةَ وَهُم رٰكِعونَ ﴿٥٥﴾ وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسولَهُ وَالَّذينَ ءامَنوا فَإِنَّ حِزبَ اللَّهِ هُمُ الغٰلِبونَ ﴿٥٦

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. QS. Al-maidah (5) : 55-56

فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤمِنونَ حَتّىٰ يُحَكِّموكَ فيما شَجَرَ بَينَهُم ثُمَّ لا يَجِدوا فى أَنفُسِهِم حَرَجًا مِمّا قَضَيتَ وَيُسَلِّموا تَسليمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.QS. An-Nisa (4) : 65

Keberadaan seorang ulil amri (Khalifah) sepeninggal Rosululloh SAW merupakan hal yang urgen dan wajib adanya sehingga ketaatan dapat dijalankan dengan benar sesuai Al'Quran dan Al Hadist sebagaimana firman Allah ta'ala :

وَإِذا جاءَهُم أَمرٌ مِنَ الأَمنِ أَوِ الخَوفِ أَذاعوا بِهِ ۖ وَلَو رَدّوهُ إِلَى الرَّسولِ وَإِلىٰ أُولِى الأَمرِ مِنهُم لَعَلِمَهُ الَّذينَ يَستَنبِطونَهُ مِنهُم ۗ وَلَولا فَضلُ اللَّهِ عَلَيكُم وَرَحمَتُهُ لَاتَّبَعتُمُ الشَّيطٰنَ إِلّا قَليلًا

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).QS. An-Nisa (4) : 83

dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,


وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءَ فَتَكْثُرُ

Bahwa tidak ada nabi setelahku dan akan ada para khalifah, jumlah mereka pun banyak. (HR. Bukhari, Muslim Shahih Bukhari No. 3196, Shahih Muslim No.3429)

Ijma’ Sahabat  menunjukkan bahawa mengangkat seorang Khalifah sebagai pemimpin pengganti Rasulullah SAW hukumnya wajib. Mereka telah sepakat mengangkat Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, ridlwanullah ‘alaihim. Sehingga kaum muslimin senantiasa bersatu padu dibawah kepemimpinan seorang khalifah tidak berpecah belah berada kepemimpinan selain khilafah, Semuanya dilakukan dalam mengaplikasikan syahadat dalam kehidupan.
 
 2. Cinta (Mahabbah) 

Yaitu kecintaan kepada Allah terhadap kalimat syahadat ini serta terhadap konsekwensi-konsekwensinya, terhadap orang-orang yang mengamalkannya dan berpegang teguh dengan syarat-syaratnya serta benci terhadap perkara-perkara yang membatalkan syahadat. Sebagaimana firman-Nya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا 
لِلَّهِ….    (البقرة:165 

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (alBaqarah: 165)
dan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam :

مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانَ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهُ أنَ ْيَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يَْقذِفَ فِي الناَّرِ. (رواه البخاري)
Barangsiapa yang ada padanya (tiga perkara ini) maka ia akan mendapatkan manisnya keimanan. Yakni jika ia lebih mencintai Allah dan rasulNya daripada selain keduanya, dan jika mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan benci pada kekafiran sebagaimana kebenciannya untuk dilemparkan ke dalam api neraka. (HR. Bukhari).
   
Cinta kepada Alloh swt dan Rosul-Nya sebagai puncak tertinggi atas pengaplikasian Syahadatain dalam kehidupan, sebagaimana firman Allah ta'ala :

قُل إِن كُنتُم تُحِبّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعونى يُحبِبكُمُ اللَّهُ وَيَغفِر لَكُم ذُنوبَكُم ۗ وَاللَّهُ غَفورٌ رَحيمٌ  قُل أَطيعُوا اللَّهَ وَالرَّسولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الكٰفِرينَ
 
 "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." "Katakanlah: ""Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir" 
QS. Ali Imran (3) : 31-32

Demikian kiranya wujud pengaplikasian syahadat dalam kehidupan. semoga Allah SWT memandaikan kita dalam upaya mengamalkan rukun islam yang pertama ini.
 
Wallohu'alam



Daftar bacaan : (silahkan bisa di-download)

1. Al-Quranulkarim http://www.alquran-digital.com
2. Al-Hadist http://www.opi.110mb.com
3. Tafsir Kalimat Tauhid http://www.raudhatulmuhibbin.org
4. Al-wala wal Bara dalam Islam http://www.islamhouse.com


Kamis, 24 November 2011

TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH SWT


لاَ إِلهَ إِلاَّ الله
LAA ILAAHA ILLALLAH (Tidak ada TUHAN selain Allah) merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita jadikan sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun menuntut adanya sebuah konsekwensi yang amat besar.
Memahami makna لاَ إِلهَ إِلاَّ الله merupakan perkara yang diwajibkan oleh Allah atas setiap muslim,
sebagaimana dalam firman-Nya :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله
“Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan ( yang haq) melainkan Allah.” (QS. Muhammad : 19)
Al Imam Al Biqo’i berkata: “Sesungguhnya ilmu tentang (لاَ إِلهَ إِلاَّ الله) ini merupakan ilmu yang paling agung yang dapat menyelamatkan dari kengerian di hari kiamat (Fathul Majid hal. 54) .
لاَ إِلهَ إِلاَّ الله bila ditinjau secara harfiah bermakna : -لاَ (Laa) : Tidak ada, atau tiada -إله (Ilaaha): Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:” اَلإلَهُ adalah Dzat yang diibadahi lagi ditaati.

Al Imam Ibnul Qoyyim berkata : اَلإلَهُ adalah Dzat yang hati ini rela untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh kecintaan, pemujaan, kepasrahan, pemuliaan, pengagungan, pengabdian, perendahan diri, ketakutan dan harapan serta penyerahan diri. (lihat Taisirul ‘Azizil Hamid hal.75)
إلاَّ- (Illa) : Kecuali, atau melainkan الله- (Allah) : Ibnu Abbas berkata: Allah, Dialah yang mempunyai hak penyembahan dan ibadah atas seluruh makhluk-Nya. (Fathul Majid hal. 19).

Adapun bila ditinjau dari rangkaian kata secara utuh, maka maknanya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Al Ushul Ats Tsalatsah yaitu : لاَ مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلاَّ الله “Tiada sesembahan (Tuhan) yang berhak diibadahi melainkan Allah semata.
لاَإِلهَ sebagai nafyu (peniadaan) atas segala apa yang diibadahi selain Allah,
إِلاَّالله sebagai itsbat (penetapan) bahwa seluruh ibadah hanyalah milik Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal ibadah ini sebagaimana tiada sekutu bagi-Nya dalam hal kekuasaan.”

Dari penjelasan Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas ada suatu permasalahan yang menarik untuk dibahas, yaitu :
yang berkaitan dengan makna لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ itu sendiri, dimana muncul suatu tanda tanya :
- Mengapa dimaknakan seperti itu ?!
Dan mengapa tidak dimaknakan dengan لاَ إِلَهَ مَوْجُوْدٌ إِلاَّ الله “Tiada Tuhan melainkan Allah?”
atau لاَ خَالِقَ إِلاَّ الله“Tiada Pencipta melainkan Allah?”
- Mengapa ada tambahan بِحقٍّ “ yang berhak”, apakah ada dasarnya ?

Adapun tanda tanya pertama, mengapa tidak dimaknakan dengan لاَ إِلهَ مَوْجُوْدٌ إِلاَّ الله “Tiada tuhan melainkan Allah” ? maka jawabnya adalah, karena tidak sesuai dengan realita yang ada, yaitu adanya Tuhan-Tuhan di dalam semesta ini yang diibadahi selain Allah, seperti pohon, batu, manusia dan lain sebagainya.
Allah berfirman : ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ ما يَدْعُوْنَ مِن دُوْنِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيْرُ
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq (Tuhan yang sebenarnya, yang wajib diibadahi, yang berkuasa dan sebagainya), dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (ibadahi) selain Allah itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S. Luqman:30).

Bahkan Allah sendiri yang mengistilahkan sesembahan-sesembahan selain-Nya itu dengan istilah أَلِهَة”Tuhan-Tuhan” sebagaimana dalam Q.S Huud: 101, Q.S Shaad: 5 dan sebagainya.

Tidak pula dimaknakan dengan لاَ خَالِقَ إلاَّ الله “tiada pencipta melainkan Allah”, karena إله dalam kalimat لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ini bermakna مَأْلُوْهٌ yang artinya مَعْبُوْدٌ ”yang diibadahi”

sebagaimana yang telah lalu dari penjelasan para ulama. Bahkan Allah ? telah menyebutkannya dalam banyak ayat, seperti firman-Nya : أَلاَّ تَعْبُدُوْا إِلاَّ اللهَ “Agar kalian tidak beribadah kecuali kepada Allah.” (Q.S. Huud:2)

إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُوْنَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي “Sesungguhnya aku (Ibrohim) berlepas diri dari apa yang kalian ibadahi kecuali Dzat yang telah menciptakanku (Allah).” (Q.S. Az Zukhruf : 26-27)

أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللهَ ولاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا “Agar kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun “.(Q.S. Ali Imron : 64)

Yang semua ini merupakan tafsiran dari kalimat لاَ إِلهَ إِلاَّ الله dan terkhusus lafadz إله yang darinya diketahui bahwa ia bermakna : مَعْبُوْدٌ “yang diibadahi” bukan “yang ada” atau pun “Pencipta”.

Kemudian, bila kita tinjau keadaan orang-orang musyrik Quraisy yang saat itu enggan bahkan menentang untuk mengucapkan لاَ إِلهَ إِلاَّ الله niscaya kita mendapati bahwa mereka telah berikrar bahwa Allahlah yang menciptakan mereka.
Allah berfirman : وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيُقُوْلُنَّ اللهُ “Dan sesungguhnya jika kamu bertanya kepada mereka :”Siapakah yang menciptakan mereka? niscaya mereka menjawab : “Allah.” (Q.S. Az Zukhruf : 87)

Kalau seandainya yang dimaukan dari kalimat لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ tersebut suatu ikrar bahwa Allah adalah pencipta, maka tentunya tidak akan ada permusuhan antara mereka dengan Rosululloh, dan tidak akan pula mereka dinyatakan sebagai orang-orang musyrik.

Namun disaat kalimat tauhid ini berkonsekuensi untuk meninggalkan segala bentuk peribadatan kepada selain Allah, dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang diibadahi, maka terjadilah apa yang terjadi antara Rosululloh dengan kaum Quraisy, bahkan antara para Rosul dengan kaum mereka.
Allah berfirman : إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيْل لَهُم لاَ إِلهَ إِلاَّ الله يَسْتَكْبِرُوْنَ وَيَقُوْلُوْنَ أَئِنَّا لَتَارِكُواْ ءَالِهَتِنا لِشَاعِرٍ مَجْنُوْنٍ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan (kepada mereka) : لاَ إِلهَ إِلاَّ الله(tiada Tuhan yang berhak diibadahi melainkan Allah) mereka menyombongkan diri dan mereka berkata :”ِِApakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila?” (Q.S. Ash Shooffaat : 35-36)

Dia juga berfirman (tentang ucapan orang-orang kafir) : أَجَعَلَ اْلأَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَـْئٌ عُجَابٌ
“Mengapa ia (Rosul) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Q.S. Shaad :5)

Dari sini jelaslah bahwa makna لاَ إِلهَ إِلاَّ الله adalah لاَ مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلاَّ الله , tidak selainnya. Adapun tambahan بِحَقٍّ atau حَقٌّ, maka berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Luqman : 30 (yang telah lalu) dan juga firman-Nya dalam Q.S. Al Hajj : 6 dan Q.S Al Hajj : 62, ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ … “Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq (Tuhan yang sebenarnya, Yang wajib diibadahi, Yang berkuasa dan sebagainya)…”

Demikianlah penjelasan dari kami seputar makna لاَ إِلهَ إِلاَّ الله , semoga penjelasan yang relatif singkat ini dapat membantu kita semua di dalam memahami kalimat لاَ إِلهَ إِلاَّ الله sesuai dengan apa yang di maukan oleh Allah dan Rosul-nya.