Jumat, 25 November 2011

APLIKASI SYAHADAT DALAM KEHIDUPAN

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun di atas lima perkara: Syahadat bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berhaji, dan berpuasa Ramadlan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Imam al-Bukhari membuat judul bab untuk hadits ini dalam Shahihnya, “Bab Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam Buniyal Islam ‘ala khamsin (Islam dibangun di atas lima perkara). Seluruh umat telah sepakat atasnya dan wajib mengetahuinya dan mengamalkanya.

Timbul pertanyaan bagaimana mengamalkan rukun Islam yang pertama yaitu Dua Kalimat Syahadat :
شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ  apakah cukup diucapkan saja atau adakah wujud praktek untuk mengamalkanya?? sebagaimana shalat, puasa, zakat dan Haji ???

Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Utsman radhiyallaahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
 “Siapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui bahwa tiada Illah (yang berhak disembah) kecuali Allah, pasti masuk surga.”

Dari sini dapat dipahami, orang yang mengucapkannya wajib mengetahui apa yang dimaksud dan ditunjukkannya. Sedangkan orang yang mengucapkannya namun jahil terhadap hakikat dan maknanya, maka pengucapannya itu tidaklah mendatangkan manfaat untuknya.

dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فَيُحْجَبَ عَنْ الْجَنَّةِ
Aku bersaksi tiada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasulullah, tidaklah seorang hamba bertemu Allah dengan keduanya tanpa ragu-ragu akan terhalang dari surga.” HR. Muslim)

Supaya orang yang mengucapkannya bisa masuk surga, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menjadikan syarat agar dalam mengucapkannya tidak ragu terhadapnya dan hatinya meyakininya dengan penuh.


Berdasarkan keterangan hadist diatas terdapat rukun syahadat serta syarat-syarat diterimanya syahadat seseorang. Adapun Rukun Syahadat sebagai berikut :

لاَإِلهَ .1  sebagai nafyu (peniadaan) atas segala apa yang diibadahi selain 
           Allah,
إِلاَّالله .2 sebagai itsbat (penetapan) bahwa seluruh ibadah hanyalah milik 
           Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal ibadah ini 
           sebagaimana tiada sekutu bagi-Nya dalam hal kekuasaan.”

Al-Imam Ibnul Qoyyim berkata: :”An Nafyu (peniadaan) saja tidak tergolong tauhid, demikian pula Al Itsbat (penetapan) saja tanpa An Nafyu, dan tidaklah disebut tauhid kecuali di saat mencakup An Nafyu dan Al Itsbat, inilah hakikat tauhid”. (Fathul Majid, hal. 29)

sedangkan Syarat-syarat Syahadat mencakup 8 (delapan) hal yakni : Ilmu, Yakin, Menerima, Tunduk, Jujur, Ikhlas, Kecintaan, mengingkari Thogut. 

jadi pengamalan Syahadat bukanlah sekedar ucapan, karena  ditinjau dari segi bahasa  pun Lafadz شهد (bersaksi) lebih luas maknanya daripada ucapan. Bukankah kita ketahui bahwa seseorang yang mempersaksikan suatu persaksian di hadapan hakim di pengadilan, tidak akan diterima jika saksi tersebut tidak mengetahui atau ia tidak memahami apa yang dia ucapkan? Bukankah pula jika ia berbicara dengan ragu dan tidak yakin juga tidak akan diterima persaksiannya? Demikian pula persaksian seseorang yang bertentangan dengan perbuatannya sendiri, tidak akan dipercaya oleh pengadilan manapun.
Harus kita sadari bahwa Sikap seseorang dalam keseharianya merupakan cerminan dari keyakinan yang tertanam dalam hatinya, maka keyakinan terhadap  لاَ إِلهَ إِلاَّ الله  harus melahirkan sikap seperti Nabiullah Ibrahim 'Alaihissalam yakni AL WALA' ( dekat, sikap setia, loyal terhadap pemimpin, pengayom, teman dekat & orang-orang yg beraqidah Islam secara benar),  dan AL BARA' (berlepas diri, memusuhi orang-orang yang menentang Allah dan RosulNya).
Allah Ta’ala berfirman,
قَد كانَت لَكُم أُسوَةٌ حَسَنَةٌ فى إِبرٰهيمَ وَالَّذينَ مَعَهُ إِذ قالوا لِقَومِهِم إِنّا بُرَءٰؤُا۟ مِنكُم وَمِمّا تَعبُدونَ مِن دونِ اللَّهِ كَفَرنا بِكُم وَبَدا بَينَنا وَبَينَكُمُ العَدٰوَةُ وَالبَغضاءُ أَبَدًا حَتّىٰ تُؤمِنوا بِاللَّهِ وَحدَهُ إِلّا قَولَ إِبرٰهيمَ لِأَبيهِ لَأَستَغفِرَنَّ لَكَ وَما أَملِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن شَيءٍ ۖ رَبَّنا عَلَيكَ تَوَكَّلنا وَإِلَيكَ أَنَبنا وَإِلَيكَ المَصيرُ 

"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ""Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: ""Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah"". (Ibrahim berkata): ""Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,"
QS.Al-Mumtahanah (60):4 baca pula QS.Az-Zukhruf (43):26

Hal demikian Allah SWT perintahkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui firman-Nya :

ثُمَّ أَوحَينا إِلَيكَ أَنِ اتَّبِع مِلَّةَ إِبرٰهيمَ حَنيفًا ۖ وَما كانَ مِنَ المُشرِكينَ


"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." QS. An-Nahl (16):123
 
Jika mengkaji Siroh Nabawi kita akan dapatkan Sikap Muhammad Rosululloh SAW yang menolak segala macam tawaran/iming-iming berupa kedudukan, harta, wanita dsb asalkan berhenti menyerukan لاَ إِلهَ إِلاَّ الله  bahkan Rosululloh SAW menolak untuk bergabung ke dalam Darun Nadwah semacam  parlemen kaum Quraisy pada waktu itu.

Al BARA' yakni sikap permusuhan " العَدٰوَةُ " dan kebencian "  البَغضاءُ " selama-lamanya terhadap segala bentuk penyimpangan peribadatan selain kepada Allah SWT dan terhadap bentuk peribadatan yang tidak dicontohkan oleh Rosulullah SAW (bid'ah). 

Lebih jauhnya lagi sikap AL BARA' mampu melahirkan sikap "Al hadmu" yaitu penghancuran terhadap pemikiran lain, keyakinan lain,  sitem tatanan hidup, aturan yang mengatasnamakan Islam tetapi menyimpang dari tuntunan Allah (Al'Quran) dan RosulNya (al'Hadist).
  
sedangkan AL WALA' merupakan bukti pengamalan dari keyakinan terhadap      لاَ إِلهَ إِلاَّ الله    yang melahirkan sikap :

1. Taat   أَطيعُو
    Yakni Taat kepada perintah-perintah Allah swt, taat kepada perintah-
    perintah Rosululloh SAW dan perintah-perintah Ulil Amri minkum (Khalifah) 

Allah Ta’ala berfirman,
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا أَطيعُوا اللَّهَ وَأَطيعُوا الرَّسولَ وَأُولِى الأَمرِ مِنكُم ۖ فَإِن تَنٰزَعتُم فى شَيءٍ فَرُدّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسولِ إِن كُنتُم تُؤمِنونَ بِاللَّهِ وَاليَومِ الءاخِرِ ۚ ذٰلِكَ خَيرٌ وَأَحسَنُ تَأويلًا 

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.QS. An-Nisa (4) : 59
إِنَّما وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسولُهُ وَالَّذينَ ءامَنُوا الَّذينَ يُقيمونَ الصَّلوٰةَ وَيُؤتونَ الزَّكوٰةَ وَهُم رٰكِعونَ ﴿٥٥﴾ وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسولَهُ وَالَّذينَ ءامَنوا فَإِنَّ حِزبَ اللَّهِ هُمُ الغٰلِبونَ ﴿٥٦

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. QS. Al-maidah (5) : 55-56

فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤمِنونَ حَتّىٰ يُحَكِّموكَ فيما شَجَرَ بَينَهُم ثُمَّ لا يَجِدوا فى أَنفُسِهِم حَرَجًا مِمّا قَضَيتَ وَيُسَلِّموا تَسليمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.QS. An-Nisa (4) : 65

Keberadaan seorang ulil amri (Khalifah) sepeninggal Rosululloh SAW merupakan hal yang urgen dan wajib adanya sehingga ketaatan dapat dijalankan dengan benar sesuai Al'Quran dan Al Hadist sebagaimana firman Allah ta'ala :

وَإِذا جاءَهُم أَمرٌ مِنَ الأَمنِ أَوِ الخَوفِ أَذاعوا بِهِ ۖ وَلَو رَدّوهُ إِلَى الرَّسولِ وَإِلىٰ أُولِى الأَمرِ مِنهُم لَعَلِمَهُ الَّذينَ يَستَنبِطونَهُ مِنهُم ۗ وَلَولا فَضلُ اللَّهِ عَلَيكُم وَرَحمَتُهُ لَاتَّبَعتُمُ الشَّيطٰنَ إِلّا قَليلًا

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).QS. An-Nisa (4) : 83

dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,


وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءَ فَتَكْثُرُ

Bahwa tidak ada nabi setelahku dan akan ada para khalifah, jumlah mereka pun banyak. (HR. Bukhari, Muslim Shahih Bukhari No. 3196, Shahih Muslim No.3429)

Ijma’ Sahabat  menunjukkan bahawa mengangkat seorang Khalifah sebagai pemimpin pengganti Rasulullah SAW hukumnya wajib. Mereka telah sepakat mengangkat Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, ridlwanullah ‘alaihim. Sehingga kaum muslimin senantiasa bersatu padu dibawah kepemimpinan seorang khalifah tidak berpecah belah berada kepemimpinan selain khilafah, Semuanya dilakukan dalam mengaplikasikan syahadat dalam kehidupan.
 
 2. Cinta (Mahabbah) 

Yaitu kecintaan kepada Allah terhadap kalimat syahadat ini serta terhadap konsekwensi-konsekwensinya, terhadap orang-orang yang mengamalkannya dan berpegang teguh dengan syarat-syaratnya serta benci terhadap perkara-perkara yang membatalkan syahadat. Sebagaimana firman-Nya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا 
لِلَّهِ….    (البقرة:165 

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (alBaqarah: 165)
dan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam :

مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانَ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهُ أنَ ْيَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يَْقذِفَ فِي الناَّرِ. (رواه البخاري)
Barangsiapa yang ada padanya (tiga perkara ini) maka ia akan mendapatkan manisnya keimanan. Yakni jika ia lebih mencintai Allah dan rasulNya daripada selain keduanya, dan jika mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan benci pada kekafiran sebagaimana kebenciannya untuk dilemparkan ke dalam api neraka. (HR. Bukhari).
   
Cinta kepada Alloh swt dan Rosul-Nya sebagai puncak tertinggi atas pengaplikasian Syahadatain dalam kehidupan, sebagaimana firman Allah ta'ala :

قُل إِن كُنتُم تُحِبّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعونى يُحبِبكُمُ اللَّهُ وَيَغفِر لَكُم ذُنوبَكُم ۗ وَاللَّهُ غَفورٌ رَحيمٌ  قُل أَطيعُوا اللَّهَ وَالرَّسولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الكٰفِرينَ
 
 "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." "Katakanlah: ""Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir" 
QS. Ali Imran (3) : 31-32

Demikian kiranya wujud pengaplikasian syahadat dalam kehidupan. semoga Allah SWT memandaikan kita dalam upaya mengamalkan rukun islam yang pertama ini.
 
Wallohu'alam



Daftar bacaan : (silahkan bisa di-download)

1. Al-Quranulkarim http://www.alquran-digital.com
2. Al-Hadist http://www.opi.110mb.com
3. Tafsir Kalimat Tauhid http://www.raudhatulmuhibbin.org
4. Al-wala wal Bara dalam Islam http://www.islamhouse.com


2 komentar:

  1. Semoga yang sudah muslim semakin mantap kengan keislamannya ... Aamiin

    BalasHapus
  2. Ammiiiiinn. . .
    koment dulu nih sblum baca,
    ahksan.. semua berawal pasti berakhir
    selagi kita belum menemukan titik akhir
    ana percaya masih ada kesempatan, tentunya dengan ke imanan dan ke taatan yang kuat.


    islam religion
    caliphate mentors
    and kholifah is my leader :)

    BalasHapus