Terkadang manusia
benar-benar bersikap tidak adil dalam menyikapi takdir dan ketetapan Allah
Ta’ala, ia menimbang keimanan terhadap takdir yang ditetapkan terhadap dirinya
sendiri berbeda jauh dengan takdir yang menimpa agama Islam dan nasib kaum
muslimin.
Sebagai contoh
dalam urusan kemiskinan dan penyakit yang dideritanya tidak sedikit pun manusia
yang menyerah pada takdir yang menimpanya, segala daya upaya akan dikerahkan
demi untuk menghilangkan rasa lapar atau rasa sakit tersebut, ia akan bangkit berupaya mengatasi takdir itu
meski harus banting tulang siang malam bekerja tanpa lelah. Atau berkorban
seluruh harta bendanya demi mendapatkan kesembuhan atas penyakit yang
dideritanya.
Sebaliknya untuk
urusan takdir berpecah belahnya ummat islam menjadi beberapa golongan, meski
termasuk perbuatan orang-orang musyrik (Dalil QS. Ar-Rum/30 : 31-32), tidak
sedikit orang yang tidak takut akan azab
dan siksa akibat perpecahan itu (Dalil QS. Al An’am/6:65) malah terkadang
manusia justru mencaci maki dan berburuk sangka pada mereka yang berupaya
menjalankan dakwah mempersatukan ummat dalam satu kepemimpinan saja untuk
seluruh dunia.
TAKDIR
PERPECAHAN
Diantara dalil yang menjelaskan bawa umat
Islam pada akhir zaman pasti berpecah-belah diantaranya adalah hadits Anas bin
Malik Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya bani
Israil berpecah-belah menjadi tujuh puluh satu, dan sesungguhnya umat ini akan
berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua, semuanya di neraka kecuali satu, dan
dia adalah jama’ah” [HR Ibnu Majah ; 3983] Dishahihkan Al-Albani Shahih Ibnu Majah
2/364.
Firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka
(terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu
terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah,
kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka
perbuat.” Al-An’am [6] : 159
Ibnu Katsir berkata: “Pemeluk agama sebelumnya berselisih satu sama lain di
dalam pola fikir. Masing-masing mengaku bahwa kelompoknya yang benar, umat in
pun berselisih satu sama lain di dalam menegakkan agama, semuanya tersesat kecuali satu
yaitu Ahlus Sunnah wal jama’ah, yaitu mereka yang berpegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah, dan generasi sahabat, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam
kitab Mustadroknya ketika Rasulullah ditanya tentang golongan yang selamat,
maka Beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang yang mengikuti Sunnahku pada hari
ini dan sahabatku.’” (Tafsir Ibnu Katsir juz 5 hal 282).
SIKAP SEORANG MUKMIN TERHADAP TAKDIR
عَنْ عَلِىٍّ - رضى الله عنه - قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله
عليه وسلم - فِى جَنَازَةٍ فَأَخَذَ شَيْئًا فَجَعَلَ يَنْكُتُ
بِهِ الأَرْضَ فَقَالَ « مَا
مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ
مِنَ الْجَنَّةِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَفَلاَ نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ قَالَ « اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ،
أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ
السَّعَادَةِ ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ
أَهْلِ الشَّقَاوَةِ » . ثُمَّ قَرَأَ ( فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ) الآيَةَ .
“Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Pernah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalllam pada
sebuah jenazah, lalu beliau berdiam sejenak, kemudian beliau menusuk-nusuk
tanah, lalu bersabda:“Tidak ada seorangpun dari kalian melainkan telah
dituliskan tempatnya dari neraka dan tempatnya dari surga”. Para
shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak bersandar atas takdir
kita dan meninggalkan amal?”, beliau menajwab: “Beramallah kalian,
karena setiap sesuatu dimudahkan atas apa yang telah diciptakan untuknya, siapa
yang termasuk orang yang ditakdirkan bahagia, maka akan dimudahkan untuk
mengamalkan amalan penghuni surga, adapun siapa yang ditakdirkan termasuk dari
dari orang yang ditkadirkan sengsara, maka ia akan dimudahkan untuk mengamalkan
amalan penghuni neraka”. Kemudian beliau membaca ayat:
{فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (7)} [الليل: 5 - 7]
Artinya: “Adapun
orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa”. “Dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik (surga)”. “Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya
jalan yang mudah”. QS. Al Lail: 5-7.
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
“Di dalam hadits-hadits
ini terdapat larangan untuk meninggalkan amal dan bersandar dengan apa yang
telah ditakdirkan, akan tetapi wajib beramal dan mengerjakan beban yang
disebutkan oleh syariat, dan setiap sesuatu dimudahkan untuk apa yang telah
diciptakan untuknya, yang tidak ditakdirkan atas selainnya”. Lihat kitab Al
Minhaj, Syarah Shahih Muslim., 16/196.
UMAT ISLAM PASTI BERPECAH-BELAH AKAN TETAPI
WAJIB BERSATU
Manusia diciptakan kedunia ini
tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, praktek beribadah itu
seluruhnya sudah ada contoh dan tuntunanya oleh Nabi saw. Kewajiban bersatu
yang Allah Ta’ala perintahkan pasti sudah pernah dilakukan dan dicontohkan Nabi
saw dan para sahabat radiallahu’anhum ajmain. Nabi saw berpesan ;“Sesungguhnya Allah meridhoi kamu tiga perkara dan membenci kamu tiga perkara ; Dia meridhoi kamu apabila kamu beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu kepada-Nya, dan apabila kamu berpegang teguh kepada tali Allah semua dan kamu tidak berpecah-belah” [HR Muslim : 3236]
Firman Allah Ta’ala :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” [Ali-Imran/3 ; 103]Ayat dan hadits diatas menunjukkan cara untuk menyatukan umat Islam, yaitu kita harus kembali kepada tali Allah, sedangkan makna tali Allah ialah Al-Qur’an dan Sunnah sebagaimana dijelaskan di dalam hadits.
“Kitab Allah adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi” [Lihat Silsilah As-Shahihah 5/37]
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa As-Sunnah termasuk tali Allah, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya’ [HR Imam Malik 1395 bersumber dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dihasankan oleh Al-Albani di dalam kitabnya Manzilatus Sunnah fil Islam 1/18]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya berpesan kepada umatnya agar berpegang kepada Sunnahnya saja, akan tetapi kepada Sunnah sahabat pula.
“Maka barangsiapa yang menjumpai itu (perpecahan umat) hendaknya dia berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para kholifah yang menunjukkan kepada kebaikan dan mendapat petunjuk, gigitlah Sunnah ini dengan gigi geraham” [HR Tirmidzi 2600 dan lainnya dishahihkan Al-Albani lihat Silsilah As-Shahihah 6/610]
Dari Abu Burdah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Dan sahabatku adalah orang yang dapat dipercaya untuk umatku, maka jika mereka telah pergi, maka akan datang apa yang dijanjikan kepada umatku” [HR Muslim 4596]
Imama Nawawi rahimahullah berkata : “Adapun makna “apa yang dijanjikan” yaitu munculnya bid’ah, perkara baru dalam urusan agama, dan munculnya fitnah” [Syarah Imam Muslim 16/83]
SATU KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para
Nabi, setiap mati seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan sesudahku ini
tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan
bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan
kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada (khalifah) yang pertama, maka untuk yang
pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguh nya Allah akan
menanyakan apa yang digembalakannya.”
(HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi:
IV/206
Firman Allah Ta’ala :Dan Dia lah yang menjadikan kamu para kholifah di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-An’am/6: 165)
“Maka barangsiapa yang menjumpai itu (perpecahan umat) hendaknya dia berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para kholifah yang menunjukkan kepada kebaikan dan mendapat petunjuk, gigitlah Sunnah ini dengan gigi geraham” [HR Tirmidzi 2600 dan lainnya dishahihkan Al-Albani lihat Silsilah As-Shahihah 6/610]
Ijma’ Sahabat sangat menekankan pentingnya bersatu dalam satu
kepemimpinan, hal ini nampak jelas saat kejadian bahwa mereka menunda
kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW dan mendahulukan pengangkatan
seorang Khalifah pengganti beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah
suatu kewajiban dan diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman
jenazah untuk melakukan kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. Namun, para
Sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW ternyata
sebahagian di antaranya justeru lebih mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat
Khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian Sahabat
lain mendiamkan kesibukan mengangkat Khalifah tersebut, dan ikut pula
bersama-sama menunda kewajiban menguburkan jenazah Nabi SAW sampai dua
hari tiga malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu
mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan
(ijma’) mereka untuk segera melaksanakan kewajiban mengangkat Khalifah daripada
menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin terjadi kecuali jika status hukum
mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib daripada menguburkan jenazah.
Allohu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar